Selamat Malam Sobat..!
Sebelumnya kami Official dari Zulkarnaen's BLOG mengucapkan "Selamat Hari Raya IDUL ADHA" Untuk semua orang yang merayakannya.
Nahh.. kawan, dapat tugas untuk membuat Cerpen ? Bingung untuk membuat Cerpen ? Bingung untuk membuat Cerpen yang baik dan keren ?
Jawabannya "Sama dengan saya gan!" XD
Ketika saya coba Googling untuk membbuat Cerpen yang baik dan benar maka ketemulah disalah satu Website.
Rekreasi (re-creare)
penting bagi anda, penulis cerpen.
Apakah anda pernah
pernah tiba-tiba kehilangan gagasan. Writers block ?
Nah, itulah waktu yang
tepat untuk be-rekreasi.
Didunia nyata,
orang-orang gemar berekreasi ke situs-situs warisan masa lampau. Menilasi
mahakarya generasi sebelum mereka, dan mencoba membawa inovasi itu kemasa yang
lebih kini.
Seorang penulis cerpen
bisa menirunya dengan membaca kembali karya para penulis terdahulu.
Tentu ada alasan,
mengapa cerpen-cerpen mereka bisa tetap hidup disaat penulisnya –sudah- tidak.
Dibalik sebuah cerpen, pasti ada rahasia teknik menulis cerpen yang
melatarbelakangi proses penciptaannya.
Salah satu manfaat
rekreasi adalah kesempatan mempelajari teknik tersebut.
Membaca Cerpen 2 Kali
Saya sendiri membaca
cerpen yang sama –selalu- dua kali.
Membaca pertama sebagai
pembaca. Cerpen bisa memberi hiburan, melemaskan syaraf, mengasah kepekaan,
menajamkan otak. Cukup sering saya membaca cerpen dengan tujuan hendak memicu
syaraf geli (humor) dan rasa haru belaka –terharu itu sama pentingnya dengan
tertawa-.
Membaca kedua saya
lakukan dalam posisi sebagai penulis.
Bila saya tertarik
membacanya, hampir pasti saya pun tertarik untuk bisa menulis cerpen seperti
itu. Saya menelusuri kembali kata demi kata, kalimat, paragraf, dalam cerpen
bersangkutan, mencoba menemukan keberadaan pola-pola tertentu yang menyusun
struktur ceritanya.
Pada kesempatan
re-kreasi beberapa hari lalu, saya mencoba menginventarisir ‘rahasia’ menulis
cerpen para legenda (beberapa diantaranya adalah Nobelis).
Update : Terima kasih
pada Maggie Tiojakin yang telah menerjemahkan cerpen-cerpen klasik ini ke dalam
Bahasa Indonesia. Sekarang pembaca bisa memilikinya dalam bentuk buku Kumpulan
Cerita Pendek Klasik Dunia Vol.1. Anda bisa mendapatkannya di toko buku
Gramedia terdekat.
Saya membaca ulang, via
Fiksi Lotus, antara lain cerpen-cerpen klasik dunia :
Just Lather, That’s All
karya penulis Kolumbia, Hernando Tellez (1908-1966);
The Necklace karya Guy de Maupasant (1850-1893);
Cat In The Rain Ernest Hemingway (1898 – 1961);
The Bet karya Anton Chekov (1860 -1904);
My Lord, The baby karya Rabindranath Tagore (1861 -1941);
God Sees The Truth, But Waits karya leo Tolstoy (1828
-1910); dan..
War karya Luigi Pirandello (1867 -1936).
Sedikitnya ada 4 ‘jurus’
yang mirip diantara mereka, dipergunakan dalam proses penulisan cerpen.
1. Pesan dalam Cerpen
Ide cerita kalau tidak
berbasis karakter, akan berbasis plot.
Penulis termotivasi
menulis cerpen karena menemukan sosok karakter yang menarik untuk diceritakan,
lalu merangkai sebuah plot bagi karakter tersebut.
Atau sebuah alur cerita
tiba-tiba muncul dalam kepala, kemudian penulis menciptakan sederet karakter
untuk memerankan jalannya cerita.
Pembaca tidak bisa
menebak, lagipula tidak penting bagi mereka, darimana penulis memulai menyusun
sebuah cerita.
Lalu apa yang
menyebabkan karya-karya cerpenis legendaris diatas tetap populer hingga kini ?
Jawabnya adalah cerpen
mereka mampu menyampaikan pesan –moral cerita- yang kuat kepada pembaca.
Saya curiga, penulis
kawakan selalu memulai menulis cerita dengan pertanyaan; Pesan apa yang hendak
saya sampaikan melalui cerpen ini ?
Cat In The Rain berisi pesan tentang cinta setelah
perkawinan hanya bisa diwujudkan melalui tindakan;
The Necklace memberi pesan gengsi ternyata jauh lebih mahal
ketimbang perhiasan;
Just Lather, That’s All menitip pesan bahwa integritas
setiap manusia hanya bisa dinilai atas komitmennya menjalankan tugas dan
profesi masing-masing.
Hanya saja, memasukkan
pesan kedalam cerita adalah hal lain. Butuh keterampilan –berbeda tiap penulis-
untuk itu.
Contoh buruk
penyampaian moral cerita bisa anda lihat pada tayangan sinetron religi.
Karakter bersorban, bergamis, tiba-tiba muncul menyitir isi kitab suci
dihadapan karakter antagonis yang lansung bertobat setelah mendengar nasehat
itu.
Moral cerita bukan
dialog (ucapan karakter) yang berisi ayat-ayat suci, nasehat-nasehat kebajikan
(hindari kejaharan dan perbanyak kebaikan).
Pesan cerita tidak
harfiah, atau muncul tersurat berbentuk teks dalam cerita.
Moral cerita adalah
kesimpulan yang ditarik dalam persepsi pembaca begitu selesai membaca.
Moral cerita adalah
ruh, spirit, sosok imajiner yang tersebar secara merata, utuh, pada semua
elemen cerita; Karakter, setting, konflik & resolusi.
Bahasa adalah sosok
fisik cerita, moral/pesan adalah sosok psikisnya. Moral ada tapi tidak teraba.
2. Cerpen itu Terus
Terang
Cerpen dikategorikan
sebagai prosa. Tepatnya prosa naratif fiktif.
Prosa berasal dari
bahasa latin ‘prosa’ yang artinya ‘terus terang’, dimana bahasa yang dipakai
lebih sesuai dengan arti leksikalnya.
Cat In The Rain karya Heminway contohnya, Mustahil menemukan
kalimat puitis atau multitafsir didalamnya.
Kalimatnya mengalir
lugas, sederhana, dan tidak bertendensi menyembunyikan makna lain diluar arti
leksikalnya.Sebagai pembaca, kita ingin membaca cerita, yang meski fiktif,
tidak beda jauh dengan kenyataan yang kita temui.
Pembaca ingin fokus
pada alur cerita, tidak mau direpotkan lagi dengan keharusan menafsirkan makna
tersembunyi dibalik teks.
Penyair yang beralih
menjadi cerpenis, sering didapati melakukan ‘manipulasi’ semacam ini.
Jadi, pakailah bahasa
terus terang yang umum dipahami khalayak.
3. Dialog lebih banyak
Porsi dialog berbanding
narasi dalam cerpen-cerpen rujukan diatas berkisar 80 % : 20 %.
Pembaca menyukai
karakter berdialog dengan sesamanya. Pembaca merasa dilibatkan dalam cerita.
Cerita lebih hidup
dengan dialog, hingga membaca menjadi pengalaman yang mirip dengan menonton
drama atau sinema.
Narasi umumnya
diselipkan sekedar pengantar transisi antar adegan.
Pembaca bisa menjadi
pasif oleh sebab kebanyakan narasi, dimana kisah melulu diceritakan oleh
narator (penulis).
Penulis yang baik
ibarat sutradara dibelakang layar, tidak boleh berjejak didalam cerita. Biarkan
karakter berinteraksi dengan pembaca lewat dialog-dialognya.
4. Twist Ending
Ini resep menulis yang
tak pernah basi. Sebuah kejutan, akhir yang tak terduga.
Coba anda ingat-ingat
kembali cerpen yang pernah dibaca. Dua cerpen teratas yang terbersit hampir
pasti diakhiri kejutan.
The Necklace karya Guy de Maupasant, contoh yang bagus
bagaimana kejutan yang sempurna mengakhiri sebuah cerpen.
Sempurna karena pembaca
tidak bisa menduga namun menerima kejutan itu masuk diakal, tidak klise,
apalagi diada-adakan.
Tanpa kejutan diakhir
cerita, ibarat sayur tak bergaram.
Hindari akhir yang
datar, apalagi mengambang. Pembaca menyukai kejutan; ‘ oh, ternyata..‘
Selanjutnya..
Empat cara penulisan
cerpen diatas adalah oleh-oleh yang kubawa dari rekreasi saya membaca kembali
cerpen-cerpen klasik dunia.
Bagaimana dengan anda ?
Kapan terakhir kali
anda membaca cerpen dari masa lalu ? Apa yang anda pelajari dari mereka ?
Silahkan membagikannya
pada kolom komentar dibawah.
Gimana sobat ?
Mudah-mudahan membantu sobat yang kebigungan dalam membuat Cerpen.
Sekian Postingan saya kali in, kurang lebihna mohon dimaafkan atau mau kritik di Facebook,Email, Twitter juga bisa kok.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar